Gardamedannews.com-MEDAN-Kasus dugaan sidang promosi tanpa nilai di Universitas Islam Negeri (UIN) Sumut, terus disorot. Ada yang menyebut kasus ini sangat memalukan, karena terjadi di Perguruan Tinggi Negeri. Tapi, sebahagian kalangan justru mengindentifikasinya sebagai tragedi pendidikan di lingkungan Kementerian Agama RI.
“ Kasus di UIN Sumut itu hanyalah salah satu dari banyak Perguruan Tinggi yang gagap, yang sengaja lari dari missi sucinya, dan berburu insentif (uang dan reward tak pantas lainnya),” tegas Dr. Shohibul Anshor Siregar, kepada Gardamedannews.com, Senin (13/11/2023) ketika diminta tanggapannya. “ Saya tidak happy mengetahui Prof Dr Nurhayati, MA seakan tidak tahu atau membiarkan dirinya menjadi korban praktik abuse of power dari para pihak yang berada di bawah span of controlnya, “.
Dalam pandangan pengamat politik dan pendidikan itu, tanpa disadari pendidikan telah sejak lama dijadikan sebagai salah satu cara menopang feodalisme. Perguruan tinggi terlibat dalam pekerjaan buruk itu. Kendati belum didapat data akurat, tetapi kemudahan untuk menjadi doktor bagi orang yang bekerja di luar sektor pendidikan, terutama politisi dan birokrat, rasanya lebih menyenangkan dibanding mereka yang menjadi guru dan dosen.
“ Saya tidak tahu bagaimana perguruan tinggi menyederhanakan proses itu secara akademis apalagi secara prosedural. Tetapi saya tahu banyak perguruan tinggi di kota tertentu yang membuka lapak program pascasarjana di kota-kota lain seolah gelar telah menjadi komoditas yang sangat laris, “ jelas Shohibul Anshor.
Belakangan ini, kata Shohibul Anshor, begitu marak berita tentang pengadilan atas tuduhan ijazah palsu Presiden Joko Widodo. Tuduhan itu sangat mudah dibantah jika Joko Widodo misalnya menyuruh Sekretaris Negara membawa dan menunjukkan ijazah asli ke para pihak di pengadilan. Megawati juga menjadi profesor, padahal sejatinya profesor hanyalah julukan jabatan yang masih aktif mengajar di perguruan tinggi.
“ Sebenarnya, harus ada perubahan filsafat pendidikan yang menempatkan investasi untuk itu bukan sebuah cara beroleh economic terurn, melainkan human investment, “ kata pria yang selalu blak-blakan ini. “Itulah makna mengapa komersialisasi pendidikan selamanya kita tolak dan mestinya harus dilaksanakan tanpa memungut biaya dari peserta pendidikan, “ tambahnya.
Komisi Etik
Sekedar mengingatkan, info sebelumnya, ada kabar menarik di UIN Sumut. Isu sidang tanpa nilai itu, mendapat atensi khusus dari Komisi Etik Senat Universitas. Kabarnya Komisi Etik meminta klarifikasi tentang isu tersebut. Komisi Etik pun telah mengirim surat kepada yang terlibat untuk mendapatkan informasi yang pasti. Namun, tanpa alasan yang jelas, upaya ini gagal karena belum “direstui” Ketua Senat UIN Sumut.
“ Ya, kami sudah berusaha dan menyurati agar masalah ini bisa diklarifikasi, “ kata Sekretaris Komisi Etik Senat UIN Sumut, Dr. Sulidar MA, kepada Gardamedannews.com, Jumat (3/11/2023) melalui sambungan selluler. “ Tapi gagal, lebih jelasnya, tanya saja Ketua Senat, “ tambah Sulidar.
Ketua Senat UIN Sumut yang baru terpilih, Prof. Pagar Hasibuan saat dihubungi Gardamedannews.com, Jumat (3/11/2023) belum memberikan keterangan apa pun. Sebab, kendati Handphonenya diangkat, namun kedengaran sangat berisik, sehingga tidak terdengar suara dari seberang telepon.
Tanpa Nilai
Seperti diberitakan, gonjang-ganjing ini membuat heboh di UIN Sumut, sejak pekan lalu. Ceritanya dimulai ketika beberapa mahasiswa S3 Program Studi (Prodi) Akidah dan Filsapat Islam (AFI) Fakultas Ushuluddin dan Sejarah Islam (FUSI) UIN Sumut, mempertanyakan MH yang tiba-tiba mengikuti sidang terbuka promosi doktor, beberapa minggu lalu. Padahal mereka tak pernah mendengar kalau MH, yang juga Ketua Organisasi Keagamaan itu, telah mengikuti Seminar Proposal (Sempro) dan Seminar Hasil (Semhas).
“ Ya, ada beberapa mahasiswa mempertanyakan kepada saya, “ kata Dr. Arifinsyah, MA, salah seorang dosen yang masuk dalam kelas MH, kepada Gardamedannews.com beberapa hari lalu di kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumut. Lalu, Arifinsyah pun menjawab bahwa masalah ini akan didalaminya terlebih dahulu.
Menurut Arifinsyah, yang mengampu mata kuliah Hermeneutika, ia tak mengenal MH. Bahkan, Arifinsyah mengaku tak pernah melihat MH mengikuti kuliah. “ Saya tak pernah menerima makalah dan tugas lainnya dari MH, “ tegas Arifinsyah. Makanya, “ Seingat saya, saya tak pernah memberikan nilai mata kuliah padanya, “ tambah Arifinsyah.
Namun begitu, Arifinsyah berjanji akan mendalamai masalah ini dan mencari bukti-bukti bahwa ia belum memberikan nilai. Kalau pun tokh ada nilainya, maka akan didalami di Prodi. Sebagai informasi, saat ini Prodi tersebut dijabat Adenan dan Zulkarnaen, sebagai Ketua dan Sekretaris, sejak Juli 2023 lalu. Sedangkan sebelumnya Prodi dijabat Prof. Katimin dan Dr. Abror M. Dawud Faza.
Ternyata, bukan hanya Arifinsyah yang tidak memberikan nilai. Prof. Hasan Bakti yang mengampu mata kuliah Metodologi Penelitian, juga tidak memberikan nilai. Namun, Hasan Bakti menyebut kemungkinan yang memberikan nilai adalah Prof. Sukiman. Sebab, selain Hasan Bakti, mata kuliah itu juga diampu Prof. Sukiman. “ Kemungkinan Prof. Sukiman yang beri nilai, “ ujar Hasan Bakti pada Gardamedannews.com, Rabu (25/10/2023) via selluler.
Celakanya, Prof. Sukiman pun membantah kalau ia memberikan nilai kepada MH. “ Saya tak pernah memberikai nilai pada MH, “ tegas Prof. Sukiman pada Gardamedannews.com, Kamis (26/10/2023) ketika dikonfirmasi. “ Bagaimana saya mau kasih nilai. Saya tak kenal dengannya. Saya tak pernah lihat dia mengikuti kuliah, dan dia tak pernah persentase makalah, “ cetus Prof. Sukiman.
Selain mata kuliah itu, Prof. Sukiman juga mengampu mata kuliah Aqidah dan Sains bersama Dr. Maraimbang Daulay. Pengakuan Prof. Sukiman, dalam mata kuliah ini ia juga tak ada memberikan nilai. Kalau pun seandainya Dr. Maraimbang Daulay yang memberikan nilai, seharusnya, menurut Prof. Sukiman, ia sebaiknya berkonsultasi dengan Sukiman.
Untuk itu, Prof. Sukiman berharap agar kasus ini dibuka dan diusut secara transparan. Sebab, masalah ini bisa menimbulkan efek negatif untuk UIN Sumatera Utara. Apalagi, UIN Sumut adalah kampus Negeri. “ Ya, saya minta supaya diusut secara transparan, “ ucap Prof. Sukiman.
Beberapa mahasiswa yang sekelas MH juga mengaku bahwa MH hanya beberapa kali saja mengikuti kuliah. Bahkan, mereka juga mengaku tak pernah mendengar kalau MH sudah mengikuti Sempro dan Semhas. “ Saya hanya lihat di grup, kalau MH akan mengikuti sidang terbuka. Kalau Sempro dan Semhas, saya tak pernah tahu, “ kata teman sekelas MH yang dihubungi Gardamedannews.com. Lalu, mengapa MH bisa melaksanakan sidang terbuka ? Entahlah…Tar
Komentar